Gadis Yang Tak Ku Tahu Namanya

Aku memperhatikan gadis yang ada di sampingku. seragam putih abu-abunya terlihat sangat kontras dengan seragam kerjaku. Aku bukan memperhatikan bajunya, tapi melihat tingkahnya. Matanya terus saja menatap lelaki separuh baya yang ada di depannya. Apa yang menarik yang ada pada lelaki itu sehingga sehingga dia tidak pernah melepaskan pandangannya. Lelaki separuh baya itu meletakkan bungkusan plastik berisi makanan yang bermerk. Lelaki itu memandangi bungkusan itu dan terkadang tersenyum. Kulihat gadis itu sepertinya ingin membuka percakapan dengan lelaki separuh baya tersebut.
“Oleh-oleh buat anak bapak ya?” ucap gadis itu pelan-pelan.
“Oh ya, anak saya suka sekali dibawakan kue ini…”
“Wah, bapak sayang sekali dengan anak bapak ya…”
“Semua ayah selalu menyayangi anaknya, senakal apapun anaknya itu”
Kemudian gadis itu tak menyahut lagi. Dia tampaknya terdiam. Selang berikutnya sang bapak berkata, “ Ayahnya adik juga sayang pada adik kan?” gadis itu tersenyum, dan kemudian memalingkan wajahnya ke arah jendela bis kota.
“Pak kondektur, saya berhenti di dekat toko itu ya...” seru sang bapak.
“Dik, bapak duluan ya…” ucap bapak itu kepada gadis yang mengajaknya bicara itu ketika bus berhenti.
“Ya pak..” ucap gadis itu sambil tersenyum. Gadis itu kemudian menatap bapak itu hingga bis jauh meninggalkan sang bapak. Aku menatap kesayupan yang ada di wajah gadis. Kesayupan yang menggambarkan perasaan sedih yang sangat dalam dari diri seorang gadis.

Aku merapikan seragam kerjaku dan kemudian memberitahukan kepada kondektur kalau aku berhenti di depan kafe tempatku bekerja. Aku bersiap-siap turun. Aku melihat gadis yang mencuri perhatianku itu juga ikut turun. Mungkin dia ingin mengunjungi kafe tempat aku bekerja, pikirku.
“Hey Fris, lama sekali sih kamu?” sapa Vika teman sekerjaku di kafe.
“Kupikir kali ini waktu yang tercepat aku datang selama aku kerja di sini..” balasku.
Vika tertawa.
“Gimana kencannya…” tanyaku pada Vika untuk membuka percakapan. Vika kemudian bercerita dengan semangatnya. Aku tak berani menyelanya karena takut dia akan kehilangan mood. Namun aku tak sepenuhnya mendengar cerita Vika, karena perhatianku lagi-lagi tercuri gadis putih abu-abu yang kini sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian biasa. Dia tampak baru saja keluar dari toilet dan kemudian mengambil tempat duduk di bagian sudut kafe.
“Hey Fris, kamu dengar ga?”
“Eh, iya aku dengar, kamu cerita kalau Sony itu romantis banget kan” ucapku mengulang kalimat yang biasanya keluar dari bibir Vika.
“Uh, bukan itu,….”
“Jadi apa dong…”
“Kamu sekarang menggantikan Nouri untuk melayani curhatan pelanggan”
“Uh, aku paling benci disuruh mendengarkan curhatan orang lain”
“Jadi selama ini kamu enggak dengar curhat aku dong”
“Eh, bukan itu maksudnya..”
“Jadi maksudnya apa? Hah??”ucap Vika dengan wajah yang menyeramkan.
“Aku kerja dulu yach…” ucapku berlari meninggalkan tempat itu. Di kafe tempat aku bekerja ada service khusus yaitu pelayanan pembicaraan dengan pelanggan. Jadi karyawan yang jadwalnya menjadi pelaksana service itu harus sigap melihat para pelanggan yang datang. Dia juga harus berani membuka percakapan dengan para pelanggan. Itu adalah salah satu taktik agar kafe tetap dikunjungi pelanggan. Aku memulai pekerjaanku. Mataku berputar memandangi para pelanggan. Penglihatanku tertambat pada gadis yang satu bis denganku tadi. Kulihat dia sedang sendirian dan melamun.
“Hai dik…” sapaku.
Gadis itu tersenyum. Senyumnya manis dan kelihatannya itu selalu dia pergunakan sebagai ganti jawaban.
“Boleh kakak duduk di sini..” dia tidak menjawab. Bagaimana caranya mengambil hati gadis ini, pikirku dengan keras.
“Di kafe ini ada service khusus, pelanggan boleh berbicara sepuasnya kepada karyawan”
“Tapi maaf, aku sedang tidak ingin ngobrol”
“Hm.. kayaknya adik lagi susah hati, kalau adik mau membicarakan pasti rasanya sedikit ringan.” Bujukku.
“Apakah kakak janji semuanya ini hanya akan berhenti pada kakak saja?”
“Kakak janji, lagian kakak orangnya malas cerita dan mudah lupa akan sesuatu, jadi semua uneg-uneg adik ga kan keluar dari mulut kakak.”
“Kakak janji ya, soalnya semua ceritaku akan sangat memalukan.”
“Bagi kakak, yang penting kamu merasa lega karena kamu berhasil mengatakannya.”
Gadis itu mulai bercerita. Cerita gadis terasa sangat polos dan dari dalam hatinya. Aku sudah sering mendengar curhatan dari teman-teman seusiaku, tapi curhatan gadis itu membicarakan apa yang sebenarnya dan membuatku ikut merasakan apa yang terjadi. Puncaknya adalah kejadian di tengah malam. Di saat dia sedang berusaha menghapal rumus-rumus kimia dari buku catatannya, terdengar olehnya suara desahan menjijikkan dari luar kamarnya. Gadis itu segera tahu apa yang terjadi. Ayahnya sedang melakukan sesuatu dengan seorang pramuria. Gadis itu menutup telinganya kuat-kuat. Dia berusaha untuk tertidur, tapi yang tejadi perasaan benci dan jijiknya membuatnya terus terjaga. Aku bisa merasakan tekanan yang sangat besar membentur perasaan gadis itu. Kata-kata keluhan diiringi air mata bening membuat aku menjadi terhenyuh.
Gadis itu mengatakan jika ia kehilangan ibu tiga bulan silam. Ibunya meninggal disebabkan penyakit hebat yang menggerogoti lambung. Kehilangan ibu membuatnya dia juga harus merelakan kehilangan kebersamaan dengan saudara-saudaranya. Kedua adiknya yang paling kecil dibawa oleh kerabat yang tempat tinggalnya jauh dari keberadaan mereka sekarang. Sejak hari-hari sulit itu berlanjut, kehidupan keluarga mereka menjadi tidak seimbang. Ayahnya kini lebih suka menghabiskan waktu di luar rumah, dan adik-adiknya memilih untuk melawan setiap peraturan yang ia tetapkan daripada mau ikut membereskan apa yang terjadi di rumah itu. Segalanya menjadi tidak menyenangkan. Ayahnya selalu saja marah-marah jika terjadi sesuatu yang tidak berkenan di hatinya. Rumah menjadi kaku dan sepi. Gadis itu kemudian memutuskan untuk tidak perduli lagi, karena dia merasa lelah harus mencoba terus-menerus untuk menerima perubahan yang tidak menyenangkan itu. Gadis itu telah berusaha untuk menyeimbangkan keadaan, mencoba membagi waktu antara belajar , melakukan pekerjaan rumah, ataupun memperhatikan adik-adiknya, namun situasi selalu membuat apa yang telah lakukan menjadi hancur berantakan. Akhirnya dia menyerah dan lebih senang berada di luar rumah.
Gadis itu terus bercerita. Anehnya gadis itu tidak menangis lagi, tapi aku merasa sangat terpulul dan air mata terus mengalir di sela-sela pipiku dengan derasnya. Kemudian gadis itu bercerita tentang impian terbesar yang pernah ada di benaknya yang dia sadar dia takkan memperolehnya. Karena dia selalu sadar keadaan selalu menekannya sehingga semuanya tak segampang membicarakan. Dia sadar kalau ayahnya tak perduli bagaimana nasib masa depannya. Dia selalu sadar kalau keinginannya untuk melanjutkan sekolah di tempat yang dia sangat impikan takkan pernah dipikirkan oleh ayahnya. Gadis iut bercerita dengan emosi yang benar-benar sadar dan terkendali. Namun kali ini dia tersenyum. Ya dengan senyum yang sangat manis. Tiba-tiba aku merasa kecil di hadapan gadis ini. Kenapa dia sangat kuat? Apakah dia benar-benar memikirkan semuanya?
Gadis itu memperoleh kekuatan dari masalahnya. Hal itu telihat dari keputusan apa yang ia telah buat. Dia harus mengubah keadaan tersebut dan dia sadar hanya dia yang bisa lakukan itu. Berbagai rencana-rencana dituturkan kepadaku. Aku merasa lucu, tapi aku menjadi malu sendiri. Gadis ini memiliki mimpi yang hebat, dan itu yang kan menuntunnya menjalani hidupnya. Pembicaraan terhenti. Gadis itu meneguk minumannya dan tersenyum dengan sangat manis.
“Makasih kakak sudah mau dengar keluhanku, aku merasa sangat terbantu sekali” terbantu katanya, padahal aku hanya mendengar.
“Benar kata kakak, aku merasa lega sekali sekarang” Gadis itu kemudian membayar minumannya kepada kasir. Aku masih tepatung dan melamun. Aku, langkah apa yang akan kuperbuat. Aku merasa bersyukur bisa diterima bekerja di tempat ini, tapi kali ini aku merasa sangat rugi. Aku merasa sangat rugi sekali, aku tidak tahu rugi akan apa. Bukankah hidupku biasa-biasa saja dan selalu begini-begini saja, tanpa perubahan yang berarti. Aku merasa rugi. Aku bahkan tidak tahu siapa nama gadis itu. Baiklah, bukankah ini hanya berhenti di sini saja?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Someone hurts me

KumCer Uli: "Semua Tentang Goresan Cinta"