Someone hurts me

Aku adalah gadis normal dengan segala impian. Kenapa dirimu, yang kupikir akan menjadi perwujudan salah satu mimpiku, membangunkanku dengan kenyataan yang menyedihkan. Aku mencintaimu, kaulah pangeran impianku, dan aku takkan pernah memilikimu.
"Kyaaa! Rio nembak aku, Mini..." Aku berharap dapat mengagetkan Mini yang ada di seberang.
"Ah, yang benar. Kabar bagus, kamu harus datang ke sini. Kita musti ngobrol." Ucap Mini, kayaknya dia sedang bertelepon sambil melakukan sesuatu. Nyetrika mungkin?
"Kamu yang mau dengar, kok aku yang ke sana sih?" Tanyaku sewot
"Mau didengar ga ceritanya? Aku lagi sibuk ney!" Ucap Mini cuek.
"Sibuk ngapain sih?"
"Nyetrika." Ya 'kan, benar. Anak ini memang paling suka menyetrika.


Mini itu bilang kalau menyetrika itu adalah sebuah pekerjaan seni. Menyetrika selalu dilakukannya dengan penuh perasaan. Dengan luwes dia menggerak-gerakkan setrika di atas pakaian, melipatnya, dan kemudian menumpuknya dengan hati-hati. Emang sih hasil setrikaannya rapi. Karena pakaian yang disetrika juga banyak, maka hasil setrikaanya bertumpuk-tumpuk kayak gedung-gedung yang di singapore sana. Aku pernah mau bantu dia menyimpan pakaian itu ke rak, tapi aku langsung buru-buru dicegah. Katanya dia senang melihat lama-lama pakaian yang udah disetrikanya. Aneh ya? Entah penyakit apa yang diidap sahabatku ini. Kalau ada yang tahu penyebab dan obatnya, sms aku ya. Ney nomorku 0821****8842. Mohon bantuannya ya, cause aku sayang banget sama temanku ini, aku pengen dia sembuh.

Aku melongokkan kepalaku ke ruang tengah di rumah Mini. Dia sedang menyetrika ditemani suara seksi David Archuleta. Demi melihatku, dia tersenyum sambil menepuk sebuah bantal duduk yang ada di sampingnya.
"Duduk di sini." ucapnya.
"Masa aku cerita pas kamu lagi sibuk gini." Ucapku ga enak.
"Ga papa, cerita aja."
"Tunggu aku ambil minum dulu. Berangkat ke sini, aku naek ojek. Panas banget tadi di jalan." Ucapku sambil melenggang ke dapur mengambil air minum.
Aku sedang meletakkan air minum di lantai sehabis mendaratkan pantatku ke atas bantal di lantai.
"Kejadiannya kapan?"tanya Mini sambil menoleh ke arahku sementara tangannya sibuk menggerakkan setrika ke sana kemari.
"Emang kriminal? Pake kata kejadian."
"Ya dunkz, kriminal cinta." ucapnya sambil nyengir.
"Di teras rumahku, kemarin malam." ucapku membalas nyengirannya.
"What? Ga romantis banget tempatnya."
"Emang standar normalnya dimana?"
"Ya, setidaknya di tempat yang keren dunks." Ucap Mini sambil menerawang."Tau ga sih, dimana aku sama Ryan jadian?"Ucap Mini sambil mendekatkan kepalanya ke wajahku.
"Ga tau." ucapku sambil geleng-geleng kepala, pasrah.
"Di kafe bukit cinta." Ucapnya sambil tersenyum. "Dia maksa banget pas waktu ngajak ke sana."Ucapnya sambil pandangannya menerawang lagi. Plus senyum-senyum pula.
"Wah, aku sampai sekarang cuma dengar nama tempatnya aja."Ucapku sedih. Iya, kata teman-temanku, pemandangan dari kafe Bukit Cinta itu indah banget. Apalagi pas waktu malam.
"Trus, gimana dia nembak kamu?" Tanya Mini lagi.
"Dia cuman bilang gene, Ree, kita jadian yach."
"Apaan tuh? Reekitajadianyach? Omigot, Omigot"
"Kok kamu bilang kayak gitu, sih?"
"Ya, iyalah. Dia suka beneran ga sih sama kamu. Kayaknya dia ga serius deh."
"Dia serius kok kelihatannya."
"Yang benerrr?" tanya Mini sambil memandangku dengan pandangan super curiganya.
"Ya, kira-kira begitulah." Aku terdiam. Ku sandarkan badanku ke lemari di dekat televisi. Kini aku bisa melihat wajah Mini dari depan.
"Tau ga sih? Gimana aku sama Ryan jadian?" tanya Mini padaku dengan mata yang (sok) menggoda.
"Gimana? Gimana?"
"Pas waktu itu, Dia meraih tanganku." Mini melepaskan setrikanya dan menggenggam tanganku."Dia bilang kayak gene, Mini, aku mau bilang, aku suka banget sama kamu, and aku mau kita itu jadian." Mini mengucapkan dengan suara bass cowok yang dibuat-buat.
Aku buru-buru melepas  tanganku dari genggamannya, jijik deh liat tatapannya yang aneh. "Liat tuh setrikaanmu!" ucapku sambil mengibas-ngibaskan tangan."Trus, habis itu kamu ngomong apa?" tanyaku cepat-cepat. Masih penasaran sih sama ceritanya dia.
"Trus, aku ngangguk. Dia keliatannya senaang banget. Dia cium tangan aku, trus keningku, terakhir dia cium bibirku. Kyaaa!!!!!!" ucapnya sambil tertawa mesum. Tanpa ampun kulempari dia pake pakaian yang bertumpuk di sampingnya.
"Sirik, bilang aja."seru Mini, lebih pas nya lagi, teriak Mini. soalnya bilangnya pake suara kencang.
"Ga tuh!" Ucapku sambil menekur. Aku menyandarkan badanku ke lemari. Ya, sebenarnya aku sirik, udah dua tahun berlalu, kalian tetap akur. Dan sampai kamu masih ingat banget gimana dulu kalian jadian. Kalian saling mencintai.
"Hey, jangan dipikirin lama-lama." Ucap Mini. "Dari awal, aku liat dia, aku udah langsung tahu kalau dia itu ga serius sama kamu. Dia itu cuma mau nambah koleksinya doang. Nampak kok dari potongannya."
"Kok kamu yang lebih tahu sih?"
"Hey, aku udah pacaran sama banyak cowok. Jelas aku lebih paham soal cowok dibanding kamu yang selama ini dihukum penjara jomblo seumur hidup." Ucapnya sambil mengacung-acungkan setrikanya padaku, awas aja ya kalau kena, setrikanya panas tau!
."Kamu jawabnya apa sama dia?"Tanya Mini setelah dia mulai tenang.
"Aku bilang aku butuh waktu."
"Yep! Pas! Nanti kalau dia minta jawabannya, bilang aja enggak."
"Tapi.."
"Tapi apa lagi?"
"Aku suka banget sama dia...."
"What?"

Aku sedang berjalan sendiri di sidewalknya Top 100. Mini sih menyodorkan diri buat mengantar aku, tapi kutolak. Aku lagi pengen jalan-jalan liat-liat Batam dalam balutan malam. Eh, kayaknya itu Rio deh. Itu lho, yang sedang berdiri di dekat toko aksesoris cewek. Ah, kebetulan. Samperin dia ah. Panjang umur anak itu, baru aja diceritain di rumah Mini, dia udah nangkring di sini. Tapi langkahku terhenti. Seorang cewek, dengan wajah tertawa-tawa datang mendekati Rio, dan menggandeng tangannya ke lengan Rio. Apa-apaan ini? Rio membalas gayutan manja cewek itu dengan tangan di bahu si cewek. Dan dia juga mencium ubun-ubun si cewek. What? Setelah kemarin dia bilang mau jadi pacarku, dan sekarang dia sedang pacaran bareng sama cewek yang ku ga tahu siapa sih itu. Pengen rasanya aku menghampiri dia dan menimpuk kepalanya pake tas. Tapi rasanya aku ga harus melakukan itu, dia kan bukan siapa-siapaku. Tapi apa maksudnya dia bilang suka sama aku, tapi kemudian bersama dengan orang lain. Aku segera pergi meninggalkan tempat itu.
Tiba-tiba di dasar tenggorokanku rasanya sakit sekali. Bibirku kering sekali, dan aku ingin sekali menangis. Untuk apa aku menangis, aku tidak kehilangan apa-apa. Ayolah Ree, tidak usah menangisi sesuatu yang tidak punya pengaruh apa-apa di hidupmu. Air matamu terlalu berharga untuk dia. Tapi, aku ingin menghempaskan semua galau ini. Aku ga akan kuat menahan perasaan kecewa plus sakit ini. Dan air mataku tidak tertahan, aku menangis, benar-benar menangis. Dan aku melangkah cepat-cepat dengan air mata mengalir deras-deras. Aku merintih, tapi tidak ada yang tahu, karena sekarang aku sedang berada di pinggir jalan raya. Aku menangis deras.

Rio sedang menggenggam tanganku. Aku udah memberontak, tapi dia menggenggam tanganku kuat sekali. Aku juga ga sanggup memandang matanya yang tajam sekali menatapku.
"Ree...." ucapnya berbisik.
Aku menunduk. "Maaf.." Aku berusaha melepaskan tanganku, tapi..
"Kenapa, emang apa yang salah sih sama diriku?"
"Ga ada Rio, kamu udah terlalu baik sekali padaku." Bohong, aku sedang membohongi perasaanku sendiri.
Aku mengingat percakapanku dengan Mini. "Bilang saja kalau kamu itu suka sama cowok lain." ucap Mini sesudah menasehatiku untuk menolak Rio setelah insiden di sidewalk Top 100 itu."Pasti dia ga berani lagi ganggu kamu." tambahnya lagi.
"Aku-aku suka sama cowok lain."
Kali ini aku berani menatap kedua matanya. Dia tampaknya frustasi. Tanganku terlepas.
Malam itu sepertinya sangat sepi, aku dan Rio di kafe bukit cinta. Padahal ada banyak orang di sana. Tapi aku merasa sangat sepi sekali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KumCer Uli: "Semua Tentang Goresan Cinta"

Gadis Yang Tak Ku Tahu Namanya