Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2011

Gadis Yang Tak Ku Tahu Namanya

Aku memperhatikan gadis yang ada di sampingku. seragam putih abu-abunya terlihat sangat kontras dengan seragam kerjaku. Aku bukan memperhatikan bajunya, tapi melihat tingkahnya. Matanya terus saja menatap lelaki separuh baya yang ada di depannya. Apa yang menarik yang ada pada lelaki itu sehingga sehingga dia tidak pernah melepaskan pandangannya. Lelaki separuh baya itu meletakkan bungkusan plastik berisi makanan yang bermerk. Lelaki itu memandangi bungkusan itu dan terkadang tersenyum. Kulihat gadis itu sepertinya ingin membuka percakapan dengan lelaki separuh baya tersebut. “Oleh-oleh buat anak bapak ya?” ucap gadis itu pelan-pelan.

Kiss me, Ryan!

"Ga pacaran namanya kalau ga ciuman sama pelukan." Ucapan Eva terngiang-ngiang di kepalaku. Apa memang benar? Aku masih ingat kerlingan nakalnya kepadaku saat dia mengatakan hal itu ketika kami duduk bersama di teras rumahku. Dan kemudian dia memaksaku mengatakan kalau aku sudah pernah melakukannya. Terang saja aku mengatakan tidak pernah, walau dia terus mendesakku karena memang aku tidak pernah melakukannya. Aku benar tidak pernah melakukannya, melakukannya dengan Ryan, hal itu tidak pernah terjadi. Pikiranku melandas pada wajah pacar pertamaku itu. Dia adalah seorang lelaki yang manis dan baik hati. Dia juga seorang cowok yang bertanggung jawab. Walau temannya sering merendahkan kepribadiannya, mengatakan dia terlampau baik, ataupun naif, Aku yakin Ryan benar-benar akan memegang kepribadiannya itu. Dia baik, makanya dia tidak pernah memeluk ataupun menciumku. Bukan karena dia seorang pecundang, tapi dia memang benar-benar menjaga pe

Putus

Aku baru saja selesai mandi ketika hpku berbunyi. Sebuah SMS dari Ivan. Dia memintaku keluar menemuinya di teras rumahku. Pada saat bersamaan Rina masuk ke kamar dan memberitahuku tentang Ivan yang sedang ada di depan. Aku bergegas menyisir rambutku yang setengah kering dan segera berlari menemui Ivan. Ivan segera saja menoleh ketika aku membuka pintu rumah.     “Ayo jalan bentar, yuk!” Ucapnya. Aku melirik jamku. Ini sudah jam lima sore, padahal aku ada janji buka puasa bareng cowokku, Fandy. Aku segera berdiri di hadapannya.]     “Tapi aku ada janji sama teman mau buka bareng” Ivan menarik lenganku dan melihat jam yang ada di pergelangan tanganku. Sontak aku menarik kembali tanganku.

Duh, patah hati

Tahukah kamu kalau sebenarnya aku sangat senang saat mereka mengatai kita berdua berpacaran. Saat mereka tersenyum maklum ketika melihat aku dan kamu berangkat dan pulang bareng, atau sewaktu aku sedang merajuk dan kau berusaha menghiburku. Aku berharap apa yang diledekkan oleh mereka adalah betul adanya. Walau mungkin aku selalu menghindar dan membantah, berusaha keras membalas semua ejekan dan ledekan mereka. Berpura-pura marah dan meninggalkan kelas karena tidak sanggup lagi menghadapi semburan nakal mereka. Aku sebenarnya s e n a n g . . . . . . dan aku sangat  i n g i n itu benar-benar terjadi. Tapi ternyata kamu menghentikan semua ledekan favoritku itu. Kamu akhirnya menjalin hubungan dengan dia. Aku jatuh dan sakit.

Dan hatiku berpuisi saat kau menyapa

Andai kata-kata itu dapat terekat Kutangkap, kuikat dan kubawa ke kamarku Kubingkai dan kujejarkan di dinding Kupandangi hingga kuterlelap.... Hingga bermimpi dengan rangkaian kata itu.. Menikmati setiap rajutannya Tenggelam dalam sususannya yang indah.. Dan terbayang wajah yang mengucapkannya Mata yang indah, berbinar dan menyenangkan Andai detak ini terdengar olehmu.. Kau masih terus berbicara... Hampir aku terjatuh dan ingin tenggelam Aku memohon ampun, Aku terlampau bahagia Kau terlalu memesonaku... Aliran kata itu terus menyusur.. Bisa kubayangkan, dinding kamarku kini penuh dengan kalimatmu Dan malam nanti aku akan menyelam begitu jauh dan dalam.. Sangat senang hari ini bisa berbagi waktu denganmu.. Walau hanya saling bertanya berita Tapi aku terlampau bahagia Andai kau merasa hal yang sama